Eindhoven dan segala kenangannya

          Di bandara Schipol Amsterdam, akhirnya saya bertemu dengan teman, Inna (UGM) dan Lucky(UNAIR). Walaupun sama-sama dari Indonesia, tapi pertemuan pertama kami adalah di Amstredam. Setelah berkumpul, saatnya menuju kota Eindhoven. Kami akan mengunjungi kak Alifah Syamsiah, yang biasa dipanggil kak Lili. Beliau adalah kakak seperguruan di Asrama PPSDMS yang sekarang sedang menjadi mahasiswa PhD di TU/e (Technologycal University of Eindhoven).
Saat itu, saya dan inna sudah memiliki tiket kereta menuju eindhoven seharga 7 euro yang dibelikan oleh kak Lili melalui group ticket. Sedangkan Lucky belum punya tiket, sehingga ia harus membeli tiket kereta di counter station seharga 25 euro. Transportasi antar kota di Belanda tergolong mahal, namun ada beberapa cara untuk berhemat, misalnya dengan membeli tiket melalui grup ticket atau beli di supermarket seperti HEMA atau Albert Heijin yang sering mengadakan promo. Jadi ingat, dulu pernah baca sebuah buku yang judulnya “I am Tiger Mom”. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa salah satu cara hidup hemat di luar negeri adalah dengan cara rajin mencari info promo dan diskon di mall atau supermarket agar pengeluaran untuk kebutuhan hidup sehari-hari bisa ditekan drastis. Mungkin suatu saat nanti, akan seperti itu juga.
Lanjut lagi ya,
Kereta menuju eindhoven akan datang beberapa menit lagi, kami bertiga ditemani 3 koper  sudah menunggu disalah satu platform stasiun. Jadwal kedatangan kereta di Belanda benar-benar presisi dengan yang sudah tertera di websitenya. Sekarang, Jadwal kereta di Indonesiapun sudah seperti itu. Pintu kereta terbuka, kami segera masuk mencari tempat duduk. Tak lama keretapun berjalan meninggalkan bandara.  Saat di kereta, sembari menikmati pemandangan dan mengobrol, tak lupa kamipun menikmati fasilitas wifi di kereta tersebut. Saya mengetik pesan untuk mama untuk bilang bahwa saya sudah sampai di Belanda. Kemudian, saya menghubungi kak Lili untuk membuat janji bertemu di stasiun Eindhoven. Kapan ya kereta di Indonesia ada wifinya?
Sepanjang perjalanan dikereta tersebut, saya masih merasa ini mimpi. Saya masih tidak percaya bahwa saya sudah berada di Belanda. Pemandangan di balik jendela kereta membuat saya kagum. Sawah nan hijau terhampar, lalu ada beberapa kincir angin berputar dengan gagahnya ditengah sawah tersebut. Terlihat pula rumah-rumah coklat bergaya Belanda yang berpencar-pencar dipisahkan oleh sawah, kemudian ada juga ratusan ekor sapi yang sedang melahap rumput dengan bahagianya. Ditambah lagi rumah-rumah kaca yang ditanami sayur-sayuran segar yang siap dipanen. Kalau dipikir-pikir nenek moyang orang Belanda perjuangannya hebat banget, bisa mengubah lautan menjadi daratan. Tapi kalau ingat mereka juga pernah menjajah Indonesia, ada perasaan sedih saat mengenang kekejaman mereka. Hmm, yang lalu biarlah berlalu ya, tatap masa depan aja, cukup ambil hikmahnya.
Sejam kemudian, kami tiba di Rotterdam station untuk ganti kereta. Rasanya ingin sekali singgah di kota Rotterdam ini agar bisa mencicipi kota yang pernah ditinggali oleh Bapak Mohammad Hatta. Kota dimana beliau dan beberapa pemuda indonesia lainnya belajar dengan giat untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Namun apa daya, kaki ini hanya menapak di stasiun Rotterdam saja. Ikhlasin aja. Tak lama, kereta menuju Eindhoven datang. siap-siap melihat pemandangan dari jendela kereta lagi.
Pukul 06.00 PM, kami tiba di Eindhoven Station. Disini masih terang benderang kayak siang. Sesaat kemudian, kak Lili menghampiri saya dan teman-teman. Setelah saling menyapa dan berpelukan melepas rindu, kamipun bergegas menuju Bus Station. Oh iya, saat itu ada mas Eko, teman kak Lili yang rumahnya akan ditinggali oleh Lucky malam ini.
Kak lili, Inna, dan saya keluar stasiun kereta menuju stasiun bus. Kak lili meminjamkan kami kartu OV. Kartu ini berfungsi untuk melakukan pembayaran tiap kali naik bus, praktis dan hemat. Sekitar 10 menit naik bus, akhirnya kami sampai di apartemen kak lili. Suasananya sepi banget. Hanya ada satu dua orang yang kami temui dijalanan. Oh iya, di apartemen yang sama dengan kak lili, ada teh hasna. Seorang teteh yang pernah menginap di kosan saya waktu di Jogja. Sayapun tidak menyangka bisa ketemu dengan teh hasna lagi di Belanda. Malam ini, akan makan malam bersama pula. Like a sweet destiny.
Pukul 07.00 pm, dengan matahari yang tak kunjung tenggelam. Akhirnya kami makan malam dalam terangnya sinar matahari. Ternyata kak lili dan teh hasna telah selesai memasak dari siang untuk menjamu saya dan inna. Mereka masak opor ayam yang rasanya enak banget kayak di restoran. Saya jadi teringat kata-kata seorang teman, “kalau kita bisa masak saat tinggal diluar negeri maka akan asik banget, apalagi bisa berbagi masakan indonesia ketetangga-tetangga disana”. Masakan kak lili dan perlengkapan dapurnya membuat saya jatuh cinta. Saat saya tanyakan ke kak lili, “kakak sejak kapan pinter masaknya?”. Kata kak lili, “Sejak tinggal di luar negeri mau gak mau kakak harus masak, lama-lama bisa sendiri kok nis”. Dari jawaban kak lili tersebut, saya lega, karena artinya masih ada harapan untuk jadi orang yang bisa masak. Beberapa puluh menit kemudian, setiap piring dihadapan kami telah kosong, pembicaraanpun telah usai. Akhirnya teh hasna pamit kembali ke kamarnya. Kami membereskan peralatan makan kami.
Tiba-tiba saya merasa mengantuk. Tapi mataharinya tak kunjung tenggelam. Kata kak lili, kalau summer, matahari akan tenggelam pukul 10.00 pm. Artinya sholat maghribnya ya jam 10 malam itu. Saya tetap tidur saat itu dan nanti kak lili akan membangunkan saya saat maghrib.Malam di Belanda benar-benar pendek. Matahari tenggelam pukul 10.00 pm dan terbit pukul 05.00 am.
Pagipun tiba, kami berjalan-jalan menyusuri kota Eindhoven. Kak lili dan Teh hasna mengajak kami pergi ke IKEA Eindhoven. Sebelum ke IKEA, kak lili mengajar TPA dulu di sebuah mesjid. Kamipun membuat janji untuk bertemu di kampus TU/e. Dari apartemen menuju kampus kami berjalan kaki, saya dan inna di pandu oleh teh hasna. Lumayan kan olahraga pagi sambil liat-liat pemandangan. Lagi-lagi, hanya sepi dan ketenangan yang kami temui di jalan. Kata teh hasna, mungkin karena hari minggu, jadi orang-orang di Eindhoven memilih untuk di rumah saja.
Sesampainya di Kampus, kami mencari lucky, teman kami yang menginap di rumah mas eko. Ternyata lucky sudah sampai 1 jam sebelum kami. Kasihan Lucky yang menunggu kami terlalu lama. Tak lama, kak lilipun tiba. Sudah lengkap, saatnya menuju ke IKEA. Kami berjalan lagi ke stasiun bus, tanpa menunggu lama, bus tersebut datang. didalam bus, ada hal aneh yang saya lakukan, yaitu keceplosan pakai bahasa indonesia. “Mau turun sekarang?”, kalimat tersebut saya lontarkan kepada penumpang belanda disebelah saya. Dia hanya senyum, kemudian saya mengganti bahasa saya. Kak lili, teh hasna dan inna hanya tertawa. “Aku juga pernah gitu kok nis”, kata kak lili.
IKEA. Kalau biasanya cuma bisa mupeng liat promosi perabotan IKEA di websitenya, sekarang mupengnya jadi overdosis, semua susunan perabotannya ada di depan mata, yasalam. Pengen nabung kalau sudah kerja, biar bisa buatin dapur cantik seperti itu buat mama saya. Ada juga display kamar anak yang lucu maksimal. Tapi apa daya, cuma bisa di shalawatin semuanya karena belum waktunya beli-beli hal itu. Disana, saya mencoba mengambil gambar-gambar lukisan yang menginspirasi. Setelah berkeliling melihat-lihat prabotan disana, sangat disayangkan kalau tidak membeli apa-apa. Saya tiba di ruang mainan, hati saya tertarik pada rak yang berisi boneka-boneka. Setelah melihat-lihat, akhirnya saya putuskan untuk membeli 5 boneka beruang kecil dan satu boneka kucing. Boneka-boneka tersebut saya jadikan oleh-oleh. Kemudian kami berjalan lagi, seketika saya menemukan sepaket kuas alat lukis dengan berbagai ukuran. Saya membelinya sebagai oleh-oleh buat diri sendiri, lumayan 6 kuas harganya cuma 2 euro.
Ketika semua bagian di IKEA sudah kami jelajahi, kami memutuskan untuk pulang. Naik bus lagi tentunya.
Setelah dari IKEA, kemudian kami berjalan-jalan untuk melihat kampusnya kak lili dan teh Hasna, TU/e. Tempat yang kami kunjungi adalah perpustakaannya. Disana kayak surga bagi para pecinta ilmu. Bukunya banyak, tersusun rapi dan suasananyapun sangat tenang. Perpusnya sangat kondusif sekali buat belajar. Kursi-kursi perpustakaan yang tersusun disana juga lucu-lucu.
Tujuan selanjutnya adalah kantor kak lili. Kak lili adalah mahasiswa PhD, jadi beliau memiliki ruangan sendiri. Disini, mahasiswa S3 itu kuliah sekaligus bekerja untuk profesornya. Jadi, selain disediakan ruangan khusus, kak lili juga dapat gaji katanya. Asik banget, kan?
Hari semakin siang, kami meninggalkan kampus untuk mencari makanan. Ada makanan halal di dekat stasiun, yaitu kebab turki. Kamipun langsung menuju stasiun lagi. sesampai disana, saya memesan kebab. Ini kali pertama saya makan diluar, biasanya dimasakin kak lili. Saat itu saya kaget, harga kebabnya 5 euro. Hiks. Kata inna, jangan di konversi ke rupiah, yang ada kita sakit hati. Di Belanda, semua makanan memang sengaja dimahalin, hal tersebut dikarenakan agar orang Belanda lebih menghargai makanan dan tidak membuang-buang makanan. Lagian, ukuran kebabnya lumayan besar untuk orang asia. Porsi segitu cukup untuk dua kali makan. Sayapun Cuma sanggup makan setengahnya kala itu.
Setelah kenyang dengan sepotong kebab, kami melanjutkan perjalanan lagi. saatnya ke Primax. Primax adalah tempat belanjanya mahasiswa-mahasiswa di Belanda. Primax ini ada dibeberapa kota besar di Belanda. Kenapa di bilang tempat belanjanya mahasiswa? Karena harga barang-barang disini lumayan murah dan terjangkau bagi mahasiswa. Jadi nanti, bagi siapapun, kalau mau kuliah di Belanda, pilih kampus yang dikotanya ada primaxnya, hehe.
Ketika tiba di primax, teman saya membeli sepatu winter buat ibunya. Harganya murah untuk sepatu secantik itu. sayapun melihat-lihat, mungkin ada sesuatu yang bisa dibeli. Kak lili dan teh hasna memilih-milih baju. Kata mereka, kalau ingin beli sesuatu, tunggu aja sampai minggu depannya, nanti harganya pasti turun. Itu salah satu trik yang mereka ajarkan kalau belanja di primax. Setelah keliling-keliling, akhirnya saya membeli sebuah tas harganya 5 euro. Disana saya cuma bisa senyum, soalnya harga tasnya sama dengan harga kebab.
Hari beranjak sore, kami belum sholat zuhur. Lalu, kami memutuskan untuk pulang.
Selesai sholat, saya, inna dan kak lili bersiap-siap untuk membuat makan malam. kali ini, kak lili akan membuat mie ayam. Saya membantu potong-potong bawangnya. Proses masak memasak diluar negeri memberikan pengalaman yang tak terlupakan. Saya sangat senang bisa membantu kak lili memasak. Bumbu-bumbu untuk memasak yang digunakan ada beberapa yang instan khususnya rempah-rempah yang tidak ada di Belanda atau susah ditemukan di Belanda. Biasanya kak Lili belanja bumbu-bumbunya di toko Asia. Ketika semua masakan siap, kami makan malam bersama lagi ditemani matahari juga yang belum tenggelam.
Setelah makan, kami memastikan bahwa tidak ada barang-barang yang tertinggal. Lalu, kami bersiap-siap ke stasiun Flixbus menuju Paris. Kak Lili mengantar kami sampai distasiun, tak lupa kamipun berfoto bersama.
Bus menuju Paris datang pukul 21.40 PM.
Saatnya meninggalkan Eindhoven dan segala kenangannya. Terima kasih kak Lili, Teh Hasna, dan Eindhoven J


Postingan populer dari blog ini

Putri Tineke

Selamat Pagi Jogja

Dari Yang di Tinggalkan