Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Kisah Saijah dan Adinda : Purnama yang Tak Sempurna

Langit malam yang terlihat menghitam kelam tanpa bintang. Namun masih ada seberkas cahaya terang yang memeluk malam kala itu, ialah cahaya rembulan yang keindahannya menghiasi langit malam. Cahayanya lembut tak menusuk mata, membuat orang tak jemu menatapnya berlama-lama. Lewat keindahan sang purnama, orang-orang bisa mengagumi sang pencipta-Nya. Tersebutlah, Seorang gadis bernama Adinda yang tinggal di Kabupaten Lebak, Banten pada masa kolonial Belanda. Sambil menumbuk padi diatas lesung kesayangannya, malam itu Adinda terlihat lebih bahagia menatap sang purnama. Kemudian, ia mengambil pisau, lalu menggoreskan sebuah turus di lesungnya. Setiap purnama tiba, bertambahlah jumlah turus-turus yang ada dilesung padinya itu. Ia akan sabar menunggu hingga waktunya tiba. *** Pada masa kolinial Belanda di Kabupaten Lebak, Banten, hiduplah dua orang anak yang selalu menghabiskan waktu bersama, Saijah dan Adinda. Mereka adalah dua orang anak petani yang memiliki sepetak sawah yang bersebe

The Words

I realize that I should more carefull with my words. Because it easy to broke a someone heart. Moreover, many woman will come to underworld because of their mouth.  So, keeping the words will become important things that I should do everyday. If it not too important, then silence will 100 times better. I have to remember this part. Always. I am afraid if Allah hates me because of a bad things from my words.

Ramadhan Pertama di Paris dan Pelajaran mengelola prasangka

Kalau ada yang bertanya, apakah saya pernah bermimpi untuk berada di Paris? Jawabannya adalah tidak. Apakah saya pernah berdoa agar bisa ke Paris? Jawabannya juga tidak. Tanpa dimintapun, Allah memberikan kesempatan indah itu. Apalagi untuk sesuatu yang setiap hari kita pinta, kita doakan. Apakah mungkin Allah akan menggabaikannya? Insha Allah tidak. Jadi, London, tunggu ya! Percaya, sabar, usaha, tawakal, dan ikhlas. Paris, Summer 2016 Adanya banjir sempat membuat kami mengurungkan niat untuk ke Paris. Ketika di Eindhoven, kami berdiskusi apakah akan tetap ke Paris atau tidak. Berdasarkan berita online BBC, sebagian kota Paris, khususnya kawasan Eiffle yang berada didekat sungai Seine, terendam air. Dari berita tersebut juga dikatakan bahwa banjir tersebut terjadi tiap 30 tahun sekali, bahkan ada yang mengakatakan tiap 100 tahun sekali. Dalam diskusi tersebut, sayalah yang bersi keras untuk tidak membatalkan rencana. Saya bilang, “bagus dong kalau kita bisa liat banjirnya, bera

Eindhoven dan segala kenangannya

          Di bandara Schipol Amsterdam, akhirnya saya bertemu dengan teman, Inna (UGM) dan Lucky(UNAIR). Walaupun sama-sama dari Indonesia, tapi pertemuan pertama kami adalah di Amstredam. Setelah berkumpul, saatnya menuju kota Eindhoven. Kami akan mengunjungi kak Alifah Syamsiah, yang biasa dipanggil kak Lili. Beliau adalah kakak seperguruan di Asrama PPSDMS yang sekarang sedang menjadi mahasiswa PhD di TU/e (Technologycal University of Eindhoven). Saat itu, saya dan inna sudah memiliki tiket kereta menuju eindhoven seharga 7 euro yang dibelikan oleh kak Lili melalui group ticket. Sedangkan Lucky belum punya tiket, sehingga ia harus membeli tiket kereta di counter station seharga 25 euro. Transportasi antar kota di Belanda tergolong mahal, namun ada beberapa cara untuk berhemat, misalnya dengan membeli tiket melalui grup ticket atau beli di supermarket seperti HEMA atau Albert Heijin yang sering mengadakan promo. Jadi ingat, dulu pernah baca sebuah buku yang judulnya “I am Tiger Mom

Europe, Here I Come

“Kalau selama ini nisa sering mengeluh, rasanya nisa malu sekali sama Allah, kerena sungguh Allah sudah baik banget”   Sejak lama, saya memiliki mimpi untuk bisa pergi ke Eropa. Saya kira akan seperti film Ainun Habibie, tapi rejekinya ternyata enggak sejauh itu. Yaa tetap bersyukur, meski saya harus berjalan sendirian. Sebenarnya ada teman juga yang sama-sama dari Indonesia, Ruli Aulia. Tapi karena beda sponsor beda pula maskapai penerbangannya. Saya dan Ruli berjanji untuk bertemu disana. Selain itu, saya juga berjanji bertemu dengan Inna dan Lucky, teman yang belum saya kenal sebelumnya di Indonesia. Jadi, begitu sampai Bandara Amsterdam sudah akan ada temannya. 02 Juni 2016 Dari rumah kontrakan Kejora, saya siap berangkat dengan satu koper, satu ransel, satu gulungan poster ukuran A0, ditambah lagi sebuah tas seberat 9 kg yang berisi buku hujan matahari dan lautan langit. Rempong? Enggak kok sebenarnya. Isi kopernya setengah baju-baju setengahnya lagi makanan (Indomie,

Mengemas Perjalanan Dalam Cerita (2 Juni-13 Juni 2016)

             Perjalanan ini dimulai bukan ketika saya menginjakan kaki pertama kali di Bandara Jogja menuju sebuah kota bernama Amsterdam. Bukan. Tapi perjalanan ini dimulai ketika saya berniat untuk mengirimkan abstrak skripsi ke sebuah acara konferensi Internasional, ISCOMS 2016 (International Student Conference of (Bio) Medical Sciences di Groningen, Belanda. Pada awalnya, niat tersebutpun muncul bukan karena diri sendiri. Sahabat saya, Ruli Aulia, mengajak saya mendaftarkan hasil penelitian saya ke konferensi tersebut. Selain ajakan dari sahabat saya tersebut, saya juga pernah terinspirasi dari sebuah postingan di facebook dari Kak Tria Rahmawati. Beliau menyebutkan dalam postingannya, “Jangan biarkan skripsi kita hanya berakhir diperpustakaan”. Sepenggal kalimat tersebut, ternyata secara diam-diam terekam dalam alam bawah sadar saya. Tanpa ragu, pada bulan februari 2016, saya mendaftarkan abstrak skripsi saya. Selanjutnya saya hanya tawakal, kalau Allah memang menakdirkan saya

Share

I want to share my smile, but I can't always beside you I want to share my hand for help, but I never know and never really understand what you need so, what the things that I should share? I want to share my story every time, about where I go, what I get, Who I meet, and much more My stories never ending It's one thing that I can share when you read my story, may I ask you one thing? while you read my happiness you have to be happy but, while you read my sadness, I never allow you to be sad Bandung, 21 Mei 2015

My Second Poem

Gambar
I never have any courage to post this poem before. Someday, My virtual friend asked me to make a poem. I sent her two type of poem, the optimistic one and pessimistic other. The first already created become a song. That really makes me excited. In another day, I asked her, "don't you want to make a song with my second poem?" She answered, "It have been done. But It really becomes a sad song" "why you don't send it to me?" "Wait, till the right time :)" woah... This week, I will meet her for the first time in the real life. She promised me to sing a song from my second poem directly. Maybe I will cry...Not maybe, I will. this is my second poem : From Bandung, 17 Mei 2016.